LAPORAN
PRAKTIKUM BIOLOGI
Nama
Kelompok :
·
Ersa Maulida Yuniarti
·
Haliza Fitri
·
Meliana Rizqi
·
Noor Paidah Mawaddah
Kelas: XI IPA 2
SMAN 1 SIMPANG EMPAT
TAHUN AJARAN 2015/2016
PRAKTIKUM 1
‘‘Menguji Kandungan Nutrisi Pada Makanan’’
§ Tujuan Kegiatan:
Untuk mengetahui
bagaimana proses respirasi pada hewan
Alat:
a) Timbangan
b) Pipet
c) Respiirometer sederhana
d) Stopwatch/pengukur waktu
|
Bahan:
a) Kristal KOH
b) Jangkrik
c) Vaselin
d) Tissu
e) Eosin
|
§ Alat dan Bahan:
§ Cara Kerja:
-
Membungkus
kristal KOH/NaOH dengan kertas tisu / kapas, dan masukkan ke dalam tabung
respirometer
-
Menimbang
berat tubuh serangga.
-
Memasukkan
serangga ke dalam tabung respirometer.
-
Menutup
tabung respirometer dengan pipa kapiler respirometer hingga rapat.
-
Mengoleskan
plastisin pada bagian persambungan antara tabung dengan pipa respirometer.
-
Meneteskan
eosin pada ujung pipa.
-
Mengamati
pergerakan eosin dalam pipa.
-
Mencatat
data pergerakan eosin dengan interval waktu setiap 5 menit selama 10 menit.
Pergerakan eosin menunjukkan jumlah udara pernapasan serangga dalam satuan
waktu yang telah ditentukan .
-
Jika sudah 2
menit, membuka pipa respirometer dan melepaskan serangga tersebut.
-
Mengulangi
percobaan tersebut menggunakan serangga dengan jenis yang sama tetapi memiliki
berat tubuh yang berbeda beda .
§ Teori Dasar/Landasan
Teori:
Istilah
bernapas, seringkali diartikan dengan respirasi, walaupun secara harfiah
sebenarnya kedua istilah tersebut berbeda. Pernapasan (breathing)
artinya menghirup dan menghembuskan napas. Oleh karena itu, bernapas diartikan
sebagai proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan
mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan. Sementara, respirasi (respiration)
berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di
dalam sel sehingga diperoleh energi.
Energi yang
dihasilkan dari respirasi sangat menunjang sekali untuk melakukan beberapa
aktivitas. Misalnya saja, mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan
reproduksi. Oleh karena itu, kegiatan pernapasan dan respirasi sebenarnya
saling berhubungan.
Respirasi
adalah proses mengambil oksigen dari udara dan mengeluarkan karbondioksida ke
udara. Atau respirasi adalah pertukaran gas oksigen dari udara bebas oleh
organism hidup untuk serangkaian proses metabolism (oksidasi) di dalam tubuh,
dengan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolism. (Joko waluyo. 2006:
287).
Respirasi
pada Hewan
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa
yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan
respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang
disebut trakea. Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa
cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2
untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang lebih besar dengan
kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan
pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa
udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Laju metabolisme
adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan
waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena
respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang
bergantung pada adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi
dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6
+ 6O2 → 6 CO2 + 6H2O +ATP (Tobin, 2005).
Laju
metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang
dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi
dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk
menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya. Akan tetapi, laju
metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur,
spesies hewan, jenis kelamin, ukuran badan dan aktivitas, kadar O2 dan
CO2 (Tobin, 2005).
Mekanisme
pernapasan pada serangga adalah sebagai berikut :
Jika otot
perut belalang berkontraksi maka trakea mexrupih sehingga udara kaya CO2
keluar. Sebaliknya, jika otot perut belalang berelaksasi maka trakea kembali
pada volume semula sehingga tekanan udara menjadi lebih kecil dibandingkan
tekanan di luar sebagai akibatnya udara di luar yang kaya 02 masuk
ke trakea.
Sistem
trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkannya ke seluruh tubuh,
dan sebaliknya mengangkut C02 basil respirasi untuk dikeluarkan dari
tubuh. Dengan demikian, darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut sari
makanan dan bukan untuk mengangkut gas pernapasan.
Di bagian
ujung trakeolus terdapat cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan.
Pada serangga air seperti jentik nyamuk udara diperoleh dengan menjulurkan
tabung pernapasan ke perxnukaan air untuk mengambil udara.
Serangga air
tertentu mempunyai gelembung udara sehingga dapat menyelam di air dalam waktu
lama. Misalnya, kepik Notonecta sp. mempunyai gelembung udara di organ
yang menyerupai rambut pada permukaan ventral. Selama menyelam, O2
dalam gelembung dipindahkan melalui sistem trakea ke sel-sel pernapasan.
Selain itu,
ada pula serangga yang mempunyai insang trakea yang berfungsi menyerap udara
dari air, atau pengambilan udara melalui cabang-cabang halus serupa insang.
Selanjutnya dari cabang halus ini oksigen diedarkan melalui pembuluh trakea.
Fungsi
eosin :
Fungsi eosin
adalah sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh organisme percobaan
(jangkrik) pada respirometer. Saat jangkrik menghirup oksigen maka terjadi
penurunan tekanan gas dalam respirometer sehingga eosin bergerak masuk ke arah
respirometer.
Fungsi dari
Kristal KOH/NaOH pada percobaan yaitu sebagai pengikat CO2 agar
tekanan dalam respirometer menurun. Jika tidak diikat maka tekanan parsial gas
dalam respirometer akan tetap dan eosin tidak bisa bergerak. Akibatnya volume
oksigen yang dihirup serangga tidak bisa diukur. Kristal KOH/NaOH dapat
mengikat CO2 karena bersifat higroskopis. Reaksi antara KOH dengan
CO2, sebagai berikut:
- KOH + CO2 → KHCO3
- KHCO3 + KOH → K2CO3 + H2O
Faktor-faktor
yang mempengaruhi respirasi diantaranya:
- Jenis kelamin
Jenis
Kelamin jangkrik betina dan belalang jantan memiliki kecepatan respirasi
yang berbeda.
- Ketinggian
Ketinggian
mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan, makin rendah O2, sehingga makin
sedikit O2 yang dapat dihirup belalang. Sebagai akibatnya belalang pada daerah
ketinggian memiliki laju pernapasan yang meningkat, juga kedalaman pernapasan
yang meningkat.
- Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan
oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut
berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan
untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
- Suhu.
Serangga
mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trakea yang berfungsi untuk
mengangkut dan mngedarkan O2 ke seluruh tubuh serta mengangkut dan
mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi
saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu,
pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem
transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang
kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara
masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada
serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi
karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
- Berat Tubuh
Hubungan
antara berat dengan penggunaan oksigen berbanding terbalik. Karena setiap
makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen) dalam jumlah yang besar. Melebihi dari
Berat tubuh. Pada hasil di atas jelas sekali bahwa ukuran tubuh mempegaruhi
laju pernapasan, semakin kecil ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat
pernapasannya. Walaupun diatas ada sedikit kegagalan yaitu pernapasan pada
jangkrik besar tidak sebagaimana mestinya. Karena pada jangkrik yang berukuran
besar melakukan aktifitas yang berkemungkinan banyak melakukan
pergerakkan,sehingga membutuhkan banyak pernafasan dan oksigen. Ternyata
aktifitas yang banyak bergerak dari jangkrik juga memengaruhi laju pernapasan
§ Data Hasil Pengamatan:
No
|
Jenis
Serangga
|
Berat
Tubuh (gram)
|
Jarak
Kedudukan Eosin
|
||||
2
menit
|
4
menit
|
6
menit
|
8
menit
|
10
menit
|
|||
1
|
Jangkrik
ke 1
|
7,5
gr
|
0,1
ml
|
0,4
ml
|
0,6
ml
|
0,7
ml
|
0,9
ml
|
2
|
Jangkrik
ke 2
|
3
gr
|
0,1
ml
|
0,3
ml
|
0,5
ml
|
0,6
ml
|
0,6
ml
|
3
|
Jangkrik
ke 3
|
7
gr
|
0,3
ml
|
0,6
ml
|
0,9
ml
|
-
|
-
|
§ Analisis Data
Pengamatan:
Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 1 =
(0,1+0,3+0,2+0,1+,0,2) : 5 = 0,18 ml/2menit = 0,09 ml/menit
Rata-rata
kecepatan pernapasan jangkrik
ke 2 = (0,1+0,2+0,2+0,1+0) : 5 = 0,12
ml/2menit = 0,06 ml/menit
Rata-rata kecepatan pernapasan
jangkrik ke 3 = (0,3+0,3+0,3) : 3 = 0,3 ml/2menit = 0,15 ml/menit
Dari data diatas maka
dapat diketahui bahwa jangkrik besar memerlukan lebih banyak oksigen dalam
pernapasan, daripada jangkrik kecil.
Jangkrik ke 1 memiliki rata-rata kecepatan pernapasan 0,09
ml/menit (Jangkrik
terberat dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan
eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada
skala 0,4. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,6. Pada menit ke 8 eosin
berada pada skala 0,7. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala 0,9.
Jangkrik ke 2
memiliki rata-rata kecepatan pernapasan sebesar 0,06 ml/menit (Jangkrik
paling ringan dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2
kedudukan eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin
berubah pada skala 0,3. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,5. Pada menit
ke 8 eosin berada pada skala 0,6. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala
0,6.
Jangkrik ke 3 memiliki
rata-rata kecepatan pernapasan 0,15 ml/menit. Saat
dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,3. Lalu
pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,6. Pada menit ke 6 eosin
berada pada skala 0,9. Pada menit ke 8 kedudukan eosin sudah melampaui batas
skala respirometer sederhana yang kami pergunakan.
Dalam teori, berat badan jangkrik mempengaruhi laju pernapasan jangkrik.
Semakin berat jangkrik semakin cepat pula laju pernapasannya. Namun dalam
percobaan yang kami lakukan, pada jangkrik ke 1 yang memiliki berat paling
besar laju pernapasannya hanya sampai skala 0,9 pada menit ke 10, sedangkan
jangkrik ke 3 yang beratnya lebih kecil daripada jangkrik ke 1 justru laju
pernapasannya lebih cepat, yaitu melampaui batas skala pada menit ke 8. Hal ini
mungkin disebabkan karena aktivitas jangkrik yang berbeda. Dari yang kami amati
saat percobaan, jangkrik ke 3 lebih aktif daripada jangkrik ke 1. Ini
membuktikan bahwa aktivitas juga mempengaruhi laju pernapasan.
§ Kesimpulan
Pada
hasil di atas jelas sekali bahwa ukuran tubuh mempegaruhi laju pernapasan, semakin
besar ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat laju pernapasannya. Karena
pada jangkrik yang berukuran besar melakukan aktifitas yang berkemungkinan
banyak melakukan pergerakkan, sehingga membutuhkan banyak oksigen. Faktor lain
yang memperngaruhi antara yaitu, kondisi fisik, dan Kadar O2.
§ Daftar Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar