Entri Populer

Jumat, 05 Februari 2016

Laporan Biologi tentang Resirasi Hewan



LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI


IMG_20150221_192057.jpg
 



















Nama Kelompok :
·        Ersa Maulida Yuniarti
·        Haliza Fitri
·        Meliana Rizqi
·        Noor Paidah Mawaddah

Kelas: XI IPA 2


SMAN 1 SIMPANG EMPAT
TAHUN AJARAN 2015/2016




PRAKTIKUM 1
‘‘Menguji Kandungan Nutrisi Pada Makanan’’

§  Tujuan Kegiatan:

     Untuk mengetahui bagaimana proses respirasi pada hewan

Alat:
a)      Timbangan
b)      Pipet
c)      Respiirometer sederhana
d)     Stopwatch/pengukur waktu
Bahan:
a)      Kristal KOH
b)      Jangkrik
c)      Vaselin
d)     Tissu
e)      Eosin
§  Alat dan Bahan:

§  Cara Kerja:

-          Membungkus kristal KOH/NaOH dengan kertas tisu / kapas, dan masukkan ke dalam tabung respirometer
-          Menimbang berat tubuh serangga.
-          Memasukkan serangga ke dalam tabung respirometer.
-          Menutup tabung respirometer dengan pipa kapiler respirometer hingga rapat.
-          Mengoleskan plastisin pada bagian persambungan antara tabung dengan pipa respirometer.
-          Meneteskan eosin pada ujung pipa.
-          Mengamati pergerakan eosin dalam pipa.
-          Mencatat data pergerakan eosin dengan interval waktu setiap 5 menit selama 10 menit. Pergerakan eosin menunjukkan jumlah udara pernapasan serangga dalam satuan waktu yang telah ditentukan .
-          Jika sudah 2 menit, membuka pipa respirometer dan melepaskan serangga tersebut.
-          Mengulangi percobaan tersebut menggunakan serangga dengan jenis yang sama tetapi memiliki berat tubuh yang berbeda beda .


§  Teori Dasar/Landasan Teori:
Istilah bernapas, seringkali diartikan dengan respirasi, walaupun secara harfiah sebenarnya kedua istilah tersebut berbeda. Pernapasan (breathing) artinya menghirup dan menghembuskan napas. Oleh karena itu, bernapas diartikan sebagai proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan. Sementara, respirasi (respiration) berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di dalam sel sehingga diperoleh energi.
Energi yang dihasilkan dari respirasi sangat menunjang sekali untuk melakukan beberapa aktivitas. Misalnya saja, mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan reproduksi. Oleh karena itu, kegiatan pernapasan dan respirasi sebenarnya saling berhubungan.
Respirasi adalah proses mengambil oksigen dari udara dan mengeluarkan karbondioksida ke udara. Atau respirasi adalah pertukaran gas oksigen dari udara bebas oleh organism hidup untuk serangkaian proses metabolism (oksidasi) di dalam tubuh, dengan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolism. (Joko waluyo. 2006: 287).
Respirasi pada Hewan
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa sistem trakea, yang terbuat dari pipa yang becabang di seluruh tubuh, merupakan salah satu variasi dari permukaan respirasi internal yang melipat-lipat dan pipa yang terbesar itulah yang disebut trakea. Bagi seekor serangga kecil, proses difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup CO2 untuk mendukung sistem respirasi seluler. Serangga yang lebih besar dengan kebutuhan energi yang lebih tinggi memventilasi sistem trakeanya dengan pergerakan tubuh berirama (ritmik) yang memampatkan dan mengembungkan pipa udara seperti alat penghembus (Campbell, 2005).
Laju metabolisme adalah jumlah total energi yang diproduksi dan dipakai oleh tubuh per satuan waktu (Seeley, 2002). Laju metabolisme berkaitan erat dengan respirasi karena respirasi merupakan proses ekstraksi energi dari molekul makanan yang bergantung pada adanya oksigen. Secara sederhana, reaksi kimia yang terjadi dalam respirasi dapat dituliskan sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 → 6 CO2 + 6H2O +ATP  (Tobin, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui jumlahnya. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen antara lain temperatur, spesies hewan, jenis kelamin, ukuran badan dan aktivitas, kadar O2 dan CO2 (Tobin, 2005).
Mekanisme pernapasan pada serangga adalah sebagai berikut :
Jika otot perut belalang berkontraksi maka trakea mexrupih sehingga udara kaya CO2 keluar. Sebaliknya, jika otot perut belalang berelaksasi maka trakea kembali pada volume semula sehingga tekanan udara menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan di luar sebagai akibatnya udara di luar yang kaya 02 masuk ke trakea.
Sistem trakea berfungsi mengangkut O2 dan mengedarkannya ke seluruh tubuh, dan sebaliknya mengangkut C02 basil respirasi untuk dikeluarkan dari tubuh. Dengan demikian, darah pada serangga hanya berfungsi mengangkut sari makanan dan bukan untuk mengangkut gas pernapasan.
Di bagian ujung trakeolus terdapat cairan sehingga udara mudah berdifusi ke jaringan. Pada serangga air seperti jentik nyamuk udara diperoleh dengan menjulurkan tabung pernapasan ke perxnukaan air untuk mengambil udara.
Serangga air tertentu mempunyai gelembung udara sehingga dapat menyelam di air dalam waktu lama. Misalnya, kepik Notonecta sp. mempunyai gelembung udara di organ yang menyerupai rambut pada permukaan ventral. Selama menyelam, O2 dalam gelembung dipindahkan melalui sistem trakea ke sel-sel pernapasan.
Selain itu, ada pula serangga yang mempunyai insang trakea yang berfungsi menyerap udara dari air, atau pengambilan udara melalui cabang-cabang halus serupa insang. Selanjutnya dari cabang halus ini oksigen diedarkan melalui pembuluh trakea.
Fungsi eosin       :
Fungsi eosin adalah sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh organisme percobaan (jangkrik) pada respirometer. Saat jangkrik menghirup oksigen maka terjadi penurunan tekanan gas dalam respirometer sehingga eosin bergerak masuk ke arah respirometer.
Fungsi dari Kristal KOH/NaOH pada percobaan yaitu sebagai pengikat CO2 agar tekanan dalam respirometer menurun. Jika tidak diikat maka tekanan parsial gas dalam respirometer akan tetap dan eosin tidak bisa bergerak. Akibatnya volume oksigen yang dihirup serangga tidak bisa diukur. Kristal KOH/NaOH dapat mengikat CO2 karena bersifat higroskopis. Reaksi antara KOH dengan CO2, sebagai berikut:
  • KOH + CO2 → KHCO3
  • KHCO3 + KOH → K2CO3 + H2O

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi diantaranya:
  1. Jenis kelamin
Jenis Kelamin jangkrik  betina dan belalang jantan memiliki kecepatan respirasi yang berbeda.
  1. Ketinggian
Ketinggian mempengaruhi pernapasan. Makin tinggi daratan, makin rendah O2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup belalang. Sebagai akibatnya belalang pada daerah ketinggian memiliki laju pernapasan yang meningkat, juga kedalaman pernapasan yang meningkat.
  1. Ketersediaan Oksigen.
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak mempengaruhi laju respirasi karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
  1. Suhu.
Serangga mempunyai alat pernapasan khusus berupa system trakea yang berfungsi untuk mengangkut dan mngedarkan O2  ke seluruh tubuh serta mengangkut dan mengeluarkan CO2 dari tubuh. Trachea memanjang dan bercabang-cabang menjadi saluran hawa halus yang masuk ke seluruh jaringan tubuh oleh karena itu, pengangkutan O2 dan CO2 dalam system ini tidak membutuhkan bantuan sitem transportasi atau darah. Udara masuk dan keluar melalui stigma, yaitu lubang kecil yang terdapat di kanan-kiri tubuhnya. Selanjutnya dari stigama, udara masuk ke pembuluh trachea yang memanjang dan sebagian ke kantung hawa. Pada serangga bertubuh besar terjadinya pengeluaran gas sisa pernafasan terjadi karena adanya pengaruh kontraksi otot-otot tubuh yang bergerak secara teratur.
  1. Berat Tubuh
Hubungan antara berat dengan penggunaan oksigen berbanding terbalik. Karena setiap makhluk hidup membutuhkan O2 (Oksigen) dalam jumlah yang besar. Melebihi dari Berat tubuh. Pada hasil di atas jelas sekali bahwa ukuran tubuh mempegaruhi laju pernapasan, semakin kecil ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat pernapasannya. Walaupun diatas ada sedikit kegagalan yaitu pernapasan pada jangkrik besar tidak sebagaimana mestinya. Karena pada jangkrik yang berukuran besar melakukan aktifitas yang berkemungkinan banyak melakukan pergerakkan,sehingga membutuhkan banyak pernafasan dan oksigen. Ternyata aktifitas yang banyak bergerak dari jangkrik juga memengaruhi laju pernapasan

§  Data Hasil Pengamatan:

No
Jenis Serangga
Berat Tubuh (gram)
Jarak Kedudukan Eosin
2 menit
4 menit
6 menit
8 menit
10 menit
1
Jangkrik ke 1
7,5 gr
0,1 ml
0,4 ml
0,6 ml
0,7 ml
0,9 ml
2
Jangkrik ke 2
3 gr
0,1 ml
0,3 ml
0,5 ml
0,6 ml
0,6 ml
3
Jangkrik ke 3
7 gr
0,3 ml
0,6 ml
0,9 ml
-
-




§  Analisis Data Pengamatan:
 Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 1 = (0,1+0,3+0,2+0,1+,0,2) : 5 = 0,18  ml/2menit =  0,09 ml/menit

Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 2 = (0,1+0,2+0,2+0,1+0) : 5 = 0,12 ml/2menit = 0,06 ml/menit

Rata-rata kecepatan pernapasan jangkrik ke 3 = (0,3+0,3+0,3) : 3 = 0,3 ml/2menit = 0,15 ml/menit

            Dari data diatas maka dapat diketahui bahwa jangkrik besar memerlukan lebih banyak oksigen dalam pernapasan, daripada jangkrik kecil.
Jangkrik ke 1 memiliki rata-rata kecepatan pernapasan 0,09 ml/menit (Jangkrik terberat dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,4. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,6. Pada menit ke 8 eosin berada pada skala 0,7. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala 0,9.
            Jangkrik ke 2 memiliki  rata-rata kecepatan pernapasan sebesar 0,06 ml/menit (Jangkrik paling ringan dalam percobaan), saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,1. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,3. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,5. Pada menit ke 8 eosin berada pada skala 0,6. Lalu pada menit ke 10 eosin berada pada skala 0,6.
            Jangkrik ke 3 memiliki rata-rata kecepatan pernapasan 0,15 ml/menit.  Saat dilakukan percobaan pada menit ke 2 kedudukan eosin ada pada skala 0,3. Lalu pada menit ke 4 kedudukan eosin berubah pada skala 0,6. Pada menit ke 6 eosin berada pada skala 0,9. Pada menit ke 8 kedudukan eosin sudah melampaui batas skala respirometer sederhana yang kami pergunakan.
            Dalam teori, berat badan jangkrik mempengaruhi laju pernapasan jangkrik. Semakin berat jangkrik semakin cepat pula laju pernapasannya. Namun dalam percobaan yang kami lakukan, pada jangkrik ke 1 yang memiliki berat paling besar laju pernapasannya hanya sampai skala 0,9 pada menit ke 10, sedangkan jangkrik ke 3 yang beratnya lebih kecil daripada jangkrik ke 1 justru laju pernapasannya lebih cepat, yaitu melampaui batas skala pada menit ke 8. Hal ini mungkin disebabkan karena aktivitas jangkrik yang berbeda. Dari yang kami amati saat percobaan, jangkrik ke 3 lebih aktif daripada jangkrik ke 1. Ini membuktikan bahwa aktivitas juga mempengaruhi laju pernapasan.

§  Kesimpulan
                Pada hasil di atas jelas sekali bahwa ukuran tubuh mempegaruhi laju pernapasan, semakin besar ukuran dan berat tubuh maka semakin cepat laju pernapasannya. Karena pada jangkrik yang berukuran besar melakukan aktifitas yang berkemungkinan banyak melakukan pergerakkan, sehingga membutuhkan banyak oksigen. Faktor lain yang memperngaruhi antara yaitu, kondisi fisik, dan Kadar O2.


§  Daftar Pustaka





Tidak ada komentar:

Posting Komentar