Nama Kelompok :
1. Ananda Putri Mayangsari
2. Eva Nisa
3. Meliana Rizqi
4. M. Rizky Mubarok
5. Rusdiana Fitri
6. Yola Rosyaina
Materi :
Lenong dan Longser
Lenong
Pementasan lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang
dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat
musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong.
Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong
yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan
dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Sejarah
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi
oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan"
dan "teater stambul"
yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi,
menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah
dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan
tanpa plot cerita yang
dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon
panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari
kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung.
Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari
penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai
dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan
seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni
menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan
secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong
yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi
semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat
pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia
mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat
itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.
Jenis
lenong
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong
preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek
Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan
aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau
lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong
preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari.
Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong
denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman
menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya
adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak
dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si
tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah
kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer
dan berkembang dibandingkan lenong denes.
Perkembangan
Sandiwara Lenong
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-setting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Lakon-lakon cerita Lenong Denes yang masyhur misal, Si Pitung, Nyai Dasimah, Si Jampang Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam yang diadaptasi menjadi cerita lokal.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes, terutama karena sindiran-sindiran, kritikan-kritikan, parodi-parodi, dan humor melodramatik yang sering muncul dalam lenong preman sangat digemari masyarakat.
Gambang Kromong adalah satu kesenian masyarakat Betawi (kini Jakarta). Alat musik ini terdiri dari alat musik tehyan, kongahyan, dan sukong. Dan alat lainnya, gendang, kecrek dan gong. Kesenian ini, sebenarnya perpaduan antara kesenian etnis Tionghoa dan Betawi.
Dalam masyarakat Betawi, gambang kromong biasanya menjadi pengiring acara-acara pernikahan, sunatan, dan lainnya. Kesenian ini juga menjadi musik pembuka pementasan lenong Betawi. Kesenian musik Betawi lainnya yang terkenal, yakni Tanjidor dan topeng Betawi sebagai seni teaternya.
Dulunya, lenong Betawi diperdengarkan untuk masyarakat strata sosial dari kalangan raja dan bangsawan. Dari lingkungan itulah, akhirnya ada ungkapan yang terlontar dari kalangan sosial jelata; kayak raja lenong.
Longser
Longser
adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang berkembang di daerah
Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk, Kab.Bandung. Tokoh
yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari kecil sudah menggarap
Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.
Longser
mengalami puncak kejayaan dalam kurun waktu 1920-1960 yang dikenal ialah
Longser Bang Tilil,tumbuh kelompok-kelompok Longser seperti Bang Soang,Bang
Timbel,Bang Cineur (dari Ciamis). Menurut Kirata Longser Long ( melong) dan ser
( rasa / gairah seksual ) . Kelompok terkenal asal daerah kab Bandung adalah
kelompok ateng Japar dengan Pancawarnanya menguasai daerah Kab. Bandung seperti
daerah Pangalengan , Banjaran , Soreang, dan lainnya.
Sruktur Longser biasanya
terdiri dari :
- Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser
- Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
- Munculnya penari-penari yang diawali dengan wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dengan julukan seperti si Batresi Oray, Si Asoy,si Geboy. goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol , tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan
- Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
- Pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian . Setiap cerita dibawakan dengan penuh canda, atau banyolan khas lokal.
Musik Longser sebelum
berkembang terdiri dari :
- kendang
- terompet
- rebab
- saron
- goong
- kecrek
Perkembangan selanjutnya menjadi
lengkap :
- kendang
- bonang
- rebab
- rincik
- gambang
- saron 1 saron 2
- kecrek
- jengklong
- goong
- ketuk
Busana
yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang
dipakai oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik . Untuk lelaki
memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam
perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan
memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai pengiring
karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang diambil dengan
garapan baru
Bentuk pertunjukan longser adalah sebuah teater rakyat yang mengandung unsur tari, nyanyi, lakon dengan ditambah lelucon. Biasanya, pertunjukan ini dilakukan pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Hal itu membuat penonton membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah arena pun diletakkan oncor sebagai alat penerangan.
Waditra (alat musik) yang digunakan dalam pertunjukan longser adalah ketuk , kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya, waditra yang digunakan semakin lengkap, yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong.
Busana yang dipakai untuk kesenian longser sungguh sederhana tapi mencolok dari segi warnanya, terutama busana yang dipakai oleh ronggeng (anggota perempuan). Biasanya, seorang ronggeng memakai kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala. (Ervina/Desy/dari berbagai sumber, Foto: peepindonesia.com).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar