Entri Populer

Minggu, 31 Januari 2016

Seni Budaya



Nama Kelompok :
1. Ananda Putri Mayangsari
2. Eva Nisa
3. Meliana Rizqi
4. M. Rizky Mubarok
5. Rusdiana Fitri
6. Yola Rosyaina
Materi :
Lenong dan Longser







Lenong

https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/4/45/Lenong_at_Batavia_Festival_2012.jpg/300px-Lenong_at_Batavia_Festival_2012.jpg

Pementasan lenong
Lenong adalah kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta, Indonesia.[1] Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrekan, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyang, dan sukong. Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.
Sejarah
Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.
Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa plot cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela. Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.
Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.
Selanjutnya, lenong juga menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh Televisi Republik Indonesia mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.
Jenis lenong
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti "dinas" atau "resmi"), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes.
Perkembangan Sandiwara Lenong

Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-setting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Lakon-lakon cerita Lenong Denes yang masyhur misal, Si Pitung, Nyai Dasimah, Si Jampang  Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam yang diadaptasi menjadi cerita lokal.
Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes, terutama karena sindiran-sindiran, kritikan-kritikan, parodi-parodi, dan humor melodramatik yang sering muncul dalam lenong preman sangat digemari masyarakat.
Gambang Kromong adalah satu kesenian masyarakat Betawi (kini Jakarta). Alat musik ini terdiri dari alat musik tehyan, kongahyan, dan sukong. Dan alat lainnya, gendang, kecrek dan gong. Kesenian ini, sebenarnya perpaduan antara kesenian etnis Tionghoa dan Betawi.
Dalam masyarakat Betawi, gambang kromong biasanya menjadi pengiring acara-acara pernikahan, sunatan, dan lainnya. Kesenian ini juga menjadi musik pembuka pementasan lenong Betawi. Kesenian musik Betawi lainnya yang terkenal, yakni Tanjidor dan topeng Betawi sebagai seni teaternya.
Dulunya, lenong Betawi diperdengarkan untuk masyarakat strata sosial dari kalangan raja dan bangsawan. Dari lingkungan itulah, akhirnya ada ungkapan yang terlontar dari kalangan sosial jelata; kayak raja lenong.




Longser

Longser adalah salahsatu jenis teater rakyat tatar Sunda yang berkembang di daerah Priangan, tepatnya di Ranca Manyar, Kecamatan Pamengpeuk, Kab.Bandung. Tokoh yang dikenal pada jamannya ialah Ateng Japar, yang dari kecil sudah menggarap Longser. Setelah generasi Bang Tilil, Bang Tawes.

Longser mengalami puncak kejayaan dalam kurun waktu 1920-1960 yang dikenal ialah Longser Bang Tilil,tumbuh kelompok-kelompok Longser seperti Bang Soang,Bang Timbel,Bang Cineur (dari Ciamis). Menurut Kirata Longser Long ( melong) dan ser ( rasa / gairah seksual ) . Kelompok terkenal asal daerah kab Bandung adalah kelompok ateng Japar dengan Pancawarnanya menguasai daerah Kab. Bandung seperti daerah Pangalengan , Banjaran , Soreang, dan lainnya.

Sruktur Longser biasanya terdiri dari :
  1. Tatalu dengan lagu Gonjing sebagai bewara bahwa pertunjukan Longser
  2. Kidung sebagai bubuka yang dianggap memiliki kekuatan magis untuk upaya pertunjukan lancar juga disisi lain kidung dipakai lagu persembahan pada arwah nenek moyang kidung biasanya dinyanyikan oleh ronggeng yang perkembangannya dinyanyikan oleh Sinden.
  3. Munculnya penari-penari yang diawali dengan wawayangan ( tarian perkenalan para ronggeng dengan memperkenalkan para penari dengan julukan seperti si Batresi Oray, Si Asoy,si Geboy. goyang pinggul diistilahkan dengan eplok cendol , tari yg dibawakan adalah ketuk tilu / Cikeruhan
  4. Penampilan bobodoran dengan musik dan tarian biasanya bodor menirukan tarian ronggeng / kata-kata sehingga penonton tertawa
  5. Pertunjukan Longser memainkan sebuah lakon yang diambil dari  kehidupan seharian seperti perkawinan, pertengkaran, perceraian . Setiap cerita dibawakan dengan penuh canda, atau banyolan khas lokal.
Musik Longser sebelum berkembang terdiri dari :
  1. kendang
  2. terompet
  3. rebab
  4. saron
  5. goong
  6. kecrek
Perkembangan selanjutnya menjadi lengkap :

  1. kendang
  2. bonang
  3. rebab
  4. rincik
  5. gambang
  6. saron 1 saron 2
  7. kecrek
  8. jengklong
  9. goong
  10. ketuk

Busana yang dipakai sederhana tapi mencolok dari segi warnanya terutama busana yang dipakai oleh ronggeng biasanya memakai kebaya dan samping batik . Untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala . Dalam perkembangannya Longser dikemas menjadi bentuk Longser moderen dengan memakai naskah dan tidak menggunakan setting oncor / memakai pengiring karawitan tetapi lebih kepada perkembangan konsepnya yang diambil dengan garapan baru

Longser  mengalami puncak kejayaan dalam kurun waktu 1920-1960 yang dikenal dengan Longser Bang Tilil. Tokoh yang dikenal pada zaman tersebut, yaitu Ateng Japar. Dari kecil, ia sudah menggarap longser,  setelah generasi Bang Tilil dan Bang Tawes.
Bentuk pertunjukan longser adalah sebuah teater rakyat yang mengandung unsur tari, nyanyi, lakon dengan ditambah lelucon. Biasanya, pertunjukan ini dilakukan pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Hal itu membuat penonton membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah arena pun diletakkan oncor sebagai alat penerangan.
Waditra (alat musik) yang digunakan dalam pertunjukan longser   adalah ketuk , kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya, waditra yang digunakan semakin lengkap, yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong.
Busana yang dipakai untuk kesenian longser sungguh sederhana tapi mencolok dari segi warnanya, terutama busana yang dipakai oleh ronggeng (anggota perempuan). Biasanya, seorang ronggeng memakai kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai baju kampret dengan celana sontog dan ikat kepala. (Ervina/Desy/dari berbagai sumber, Foto: peepindonesia.com).                        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar